Oleh : Xs. Budi S.
Tanuwibowo
XIAO atau Laku Bakti adalah salah satu ajaran
paling pokok dan mendasar dalam agama Khonghucu. Setiap insan yang dilahirkan
di dunia harus tahu berterimakasih pada mereka yang telah menanam jasa baginya.
Di mulai dari yang paling dekat dan utama, orangtua sampai meningkat ke level
keluarga, masyarakat, institusi, bangsa, negara, dan semesta raya.
Namun selaras prinsip
bermula dari dekat menuju jauh, dari tempat rendah menuju tinggi, dari satu
titik menjadi garis, bidang dan ruang, Kongzi, Confucius atau Nabi Khongcu
menekankan tahapan yang paling mendasar dulu, yaitu berbakti di lingkup yang
terkecil. Mustahil bisa menyelesaikan hal besar, jika mengatasi persoalan kecil
saja belum mampu. Prinsip yang ditekankan adalah hormat pada senior, penuh
kasih sayang pada yang junior, dan dapat dipercaya oleh sesama. Ini nantinya
harus dikembangkan, mendalam dan meluas tanpa henti.
Dalam skala yang lebih luas, hubungan timbal balik ini harus dikembangkan tidak saja antara anak dan orangtua, melainkan juga antara adik-kakak, kawan-sahabat, istri-suami, rakyat/staf dan pemimpinnya. Di samping perlunya rasa saling percaya, tentu terkait ketulusan, kejujuran, hormat, dan kasih sayang, prinsip yang paling penting adalah timbal balik, tidak sepihak. Dan yang berada di hierarki lebih tinggi, wajib yang memulai. Jangan berharap anak berbakti pada orangtua, kalau selalu diperlakukan kejam, bengis, jauh dari kasih sayang. Jangan mimpi pemimpin dicintai, dihormati, ditaati rakyatnya, kalau semena-mena nirkeadilan.
Kelenteng Kong Miao di Taman Mini Indonesia Indah
Orangtua, terutama
ibu-bapak, adalah sosok yang paling ditinggikan dalam keluarga Khonghucu.
Mereka dianggap wakil Tuhan di dunia. Maka orangtua harus bisa mewakili
merepresentasikan sifat Tuhan yang penuh kasih, adil, dan melayani. Sebagai
timbal baliknya, anak wajib hormat dan berbakti pada orangtuanya.
Zaman dulu, anak yang
dianggap buxiao (tidak berbakti), bisa diasingkan oleh
lingkungannya.
Banyak pokok Laku
Bakti yang dianjurkan Kongzi, seperti kewajiban menjaga nama baik keluarga,
merawat orangtua dengan baik sampai akhir hidupnya, meneruskan cita mulia
orangtua, dan sebagainya. Namun salah satu yang penting untuk tidak
mengatakannya yang paling penting di masa pandemi Covid-19 ini adalah seperti
yang tertulis dalam Kitab Xiaojing I, 4, agar kita senantiasa menjaga dan
merawat keselamatan tubuh, dari rambut sampai kulit, dari ujung kepala sampai
kaki.
Pandemi Covid-19
Covid-19 yang semula
diremehkan, dianggap ilusi, tidak ada, olah rekayasa, jauh dan samar, nyatanya
kini hadir dan bahkan mulai mengetuk pintu kamar kita. Semakin dekat, semakin
banyak korban, dan semakin cepat dan berbahaya. Oleh karenanya tak ada jalan
lain bagi pribadi-pribadi untuk waspada, hati-hati, dan disiplin menjaga
warisan orangtua yang sangat berharga. Bukan saja soal tubuh fisik, tetapi
nyawa. Bukan terbatas nyawa kita, tetapi nyawa orang-orang yang kita sayangi
dan cintai.
Dalam salah satu ayat, Kongzi memberi nasihat “Jangan berdiri di samping tembok yang miring retak. Ingat sifat alam,” tuturnya lebih lanjut. “Kepada tunas yang mau bertumbuh, dibantu tumbuh. Kepada pohon yang condong miring, dibantu roboh. Tatkala hari mau hujan, burung-burung sibuk menambal sarangnya yang bocor. Kalahkah kita manusia oleh seekor burung?”
Perayaan Imlek 2021 diimbau bisa dilakukan secara sederhana
Dari paparan ayat-ayat
di atas jelaslah bahwa Tuhan mengaruniai manusia dengan akal budi, gunanya
untuk berpikir jernih, tidak ceroboh, atau melakukan kebodohan yang tidak
selayaknya dilakukan makhluk berakal budi. Diingatkan lebih lanjut bahwa,
“Bahaya yang datang oleh ujian dari Tian, niscaya bisa diatasi, karena Tuhan
tak akan menguji manusia melebihi batas kekuatannya. Namun ujian yang terjadi
akibat kebodohan atau kecerobohan manusia sendiri, niscaya sulit diatasi”.
Andaikan Covid-19
adalah ujian dari Tuhan, dengan akal budi niscaya manusia mampu mengatasinya.
Entah dengan vaksin, obat-obatan atau cukup dengan memutus rantai penularan
dengan menghindari kerumunan, menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.
Namun, tatkala kita tidak disiplin, abai, menganggap sepele, disitulah pandemi
terus menaik, tak tahu kapan puncaknya.
Saat ini korban
Covid-19 di Indonesia sangat besar. Kasus dan angka kematiannya berada di
peringkat 19 dan 17 dunia. Bahkan, kasus aktifnya nomor 1 di Asia, di atas
India yang mulai bisa mengendalikan pandemi. Inilah saatnya kita semua
mengembalikan kesadaran bahwa keselamatan adalah warisan yang sangat perlu
dijaga. Jangan menggerutu pada Tuhan, jangan menyesali sesama. Mulailah dari
diri sendiri.
Imlek Sederhana, Imlek
Bermakna
Sebentar lagi umat
Khonghucu–khususnya, dan masyarakat pada umumnya, akan merayakan salah satu
hari rayanya, yang sejak tahun 2003 telah menjadi Hari Libur Nasional. Biasanya
malam menjelang awal tahun baru banyak orang yang bersembahyang ke Kelenteng,
Miao atau Litang. Setelah itu, di saat Capgomeh (hari ke-15),
ada kebiasaan saling berkunjung dan makan bersama, pesta budaya, gotong
toapekong, permainan liong, dan barongsai.
Semuanya ini
berpotensi menimbulkan keramaian dan kerumunan. Dalam keadaan normal, itu hal
wajar dan menarik. Namun dalam situasi pandemi, bisa menjadi sumber penularan
baru, yang dahsyat dan sangat berbahaya. Terkait potensi rawan tersebut, maka
nasihat-nasihat Kongzi tentang Xiao, berdiri di pinggir tembok miring, dan lainnya,
yang sudah dipaparkan di muka patut dijadikan bahan refleksi dan renungan.
Apalagi sejatinya esensi Tahun Baru Imlek yang paling hakiki adalah untuk
refleksi, kontemplasi, dan pembaharuan diri.
Soal pembaharuan diri
ini di dalam Kitab Daxue, disebutkan, “Bila suatu hati dapat memperbaharui
diri, perbaharuilah terus setiap hari, dan jagalah agar senantiasa baharu”.
Ditambahkan oleh Kongzi, “Semuanya berubah seperti air yang mengalir. Tiada
henti. Hanya orang yang paling bijaksana dan yang paling bodoh saja, yang tidak
(mau) berubah”.
Ketika ditanya mana
topi yang lebih disukai, yang lama terbuat dari rami atau yang baru terbuat
dari sutera? Kongzi memilih yang baru. Tapi esensi rasa hormat tak boleh
dihilangkan. “Orang yang mampu memperbaharui Ajaran Lama, ia patut dijadikan
Guru,” imbuhnya.
Terkait hal ini, di
saat pandemi, alangkah bijaksana bila kita merayakan tahun baru Imlek cukup
dari rumah. Bersembahyang juga cukup dari rumah, karena sejatinya Tuhan ada
dimana-mana, termasuk di hati kita. Memberi hormat dan menyapa menggunakan
teknologi telepon, pesan elektronik atau video call.
Mengirim bingkisan,
makanan, angpao atau hadiah bisa lewat online atau
jasa layanan antar. Dan kebiasaan makan bersama dibatasi sebatas anggota
keluarga satu rumah saja. Kalau ingin menyaksikan suasana di rumah saudara,
bisa lewat zoom atau video call. Dengan demikian
Perayaan Tahun Baru Imlek tetap bermakna, meski dalam kemasan sederhana, namun
bebas dari marabahaya.
Kepedulian Sosial
Hal yang tak boleh
dilupakan adalah soal kepedulian pada sesama, terutama mereka yang kekurangan.
Tahun Baru Imlek identik dengan kepedulian. Rumah-rumah ibadah membagikan
makanan, pakaian, angpao, makan bersama, dan sebagainya.
Tapi dalam situasi
sekarang, lagi-lagi kita harus hati-hati, ekstra hati-hati. Kepedulian sosial
tetap dan harus dilaksanakan, apalagi pandemi juga memperlemah daya tahan
ekonomi banyak orang. Sederhanakan caranya, manfaatkan teknologi. Jangan sampai
niat mulia berakhir duka. Jangan sampai perjamuan yang diharap indah, berubah
jadi perjamuan maut. Jangan sampai setiap libur panjang juga semakin
memperpanjang pandemi.
Selamat Hari Raya Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili (tahun Kongzi). Semoga kita mampu mengatasi setiap perkara. Semoga pandemi segera bisa kita putuskan tali penularannya.