Ketua Harian MATAKIN Ws. Budi Suniarto menegaskan kepada Cadre
Of Confucius, supaya aktif melakukan edukasi lewat platform medsos, utamanya
terkait Hari Raya Tahun Baru Imlek. Hal tersebut dia sampaikan dalam webinar
rutin Cadre of Confucius dengan tema
"Bajak Laut Imlek" pada Minggu (21/2/2021) siang.
"Kita aktif, harus. Termasuk
para kader yang ada di sini yang menguasai IT, harus aktif memberikan edukasi
kepada masyarakat bahwa Imlek itu adalah ranah keagamaan bagi umat
Khonghucu," ungkapnya.
Pihaknya melanjutkan, edukasi
tersebut sangat penting mengingat saat ini medsos adalah sarana yang sangat
efektif dalam membangun opini-opini publik. Hal tersebut menurutnya, berbeda
dengan zaman dahulu yang mengharuskan seseorang untuk menonton televisi,
membaca surat kabar, dan lain sebagainya.
"Sekarang itu semua (menonton
Televisi, membaca koran, dan lain-lain) mereka mulai tinggalkan. Seberapa
banyak sih, orang-orang sekarang yang lihat Tv? Mereka lebih senang lihat
YouTube, medsos. Membaca berita tidak lagi lewat surat kabar yang hard copy, tetapi lewat situs-situs yang
memang menyediakan informasi seperti itu," lanjutnya.
Ws. Budi berpesan, agar kader yang
aktif di medsos supaya melakukannya sebagai jalan edukasi, bukan konfrontasi.
"Pembelajaran kepada masyarakat ini penting. Jadi setiap awal tahun
mendekati tahun baru (Imlek), saya mengajak supaya ayo share sebanyak-banyaknya
bahwa Imlek adalah rangkaian ibadah secara Khonghucu," lanjut dia.
Jangan
Jadi "Bajak Laut"
Selain itu, Ws Budisun juga mengajak
kepada Cadre Of Confucius supaya jangan menjadi kader "bajak laut".
"Bahwa yang lain mau merayakan,
kalau (menganggap sebagai) budaya, ya,
silakan. Tetapi jangan rampok milik kami bahwa imlek itu adalah (ranah)
keagamaan bagi Khonghucu," lanjutnya.
Sebagaimana kita tahu, dalam film
ataupun animasi, bajak laut selalu Identik dengan mata yang ditutup satu. Hal
ini kemudian diartikan sebagai sikap kebanyakan orang Tionghoa non-Khonghucu
yang memandang sebelah mata Imlek sebagai perayaan keagamaan.
"Kita umat Khonghucu hanya
diberikan satu hari raya yang dijadikan hari libur nasional. Namun kemudian ada
oknum-oknum di luar sana yang ingin merampok itu dari kita. Sehingga nanti kita
umat Khonghucu tidak punya hari raya yang diberikan oleh pemerintah,"
jelas dia.
Menurut dia, penting untuk memahami
bagaimana konteks Imlek dalam satu pemahaman yang utuh, supaya tidak seperti
bajak laut. Selain itu, juga upaya umat Khonghucu dalam menjaga Imlek agar
tidak 'dirampok' oleh oknum-oknum di luar sana.
Setiap tahun, tambah pria itu, umat Khonghucu
selalu dihadapkan dengan polemik di medsos yang mengatakan bahwa Imlek bukanlah
hari raya keagamaan, melainkan sekadar perayaan budaya Tionghoa.
"Kita dari MATAKIN sepakat
bahwa perayaan Imlek, hingar-bingar kebahagiaan ini boleh dirasakan oleh seluruh
orang. Siapapun kalian, boleh merayakan kebahagiaan Imlek. Kita akan bagi
kebahagiaan itu kepada mereka," tegasnya.
Namun sekali lagi, kata dia, bagi
umat Khonghucu Imlek memiliki sisi religiusitas tersendiri yang tidak bisa
dipisahkan dari mereka. "Kita ini imlek bukan sekadar hura-hura, kita
lebih dari itu. Bahwa imlek ini merupakan sebuah rangkaian ibadah,"
tegasnya.
Terakhir, ia berpesan kepada umat
Khonghucu khususnya bagi generasi muda Konfusiani, agar jangan terjebak hanya
dalam satu kacamata saja. Namun harus melihat dari berbagai perspektif yang
berbeda.
Penulis :
Vinanda
Febriani
Mahasiswi
Studi Agama-agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta