Kuala Tungkal, Jambi - Kelenteng dituntut untuk pro aktif dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat keagamaan. Tujuannya, agar umat Khonghucu terutama anak-anak dan remaja memiliki kegiatan yang bermanfaat di dalam kelenteng. Selain itu, umat Khonghucu memiliki satu atap yang berpegang kepada Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) dalam melakukan setiap kegiatan.
Hal ini terungkap dalam pelantikan pengurus Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Kelenteng Leng San Keng, Kuala Tungkal, Kamis (17/5) lalu. Pelantikan langsung dilakukan oleh Js Wawan Wiratma, Ketua Matakin Pusat Jakarta yang kebetulan melakukan program kunjungan kerja di Jambi serta Kuala Tungkal.
Dalam pelantikan, ada banyak pesan yang disampaikan oleh Wawan. Bahwa saat ini umat Khonghucu harus berpegang teguh kepada seluruh peraturan yang ada dalam Matakin (AD/ ART). Umat ada diskriminasi layanan bagi umat Khonghucu dan Sinkretisme (pengabungan agama/ shenming). “Jika ada kesulitan dalam mendapatkan status yang berhubungan dengan keagamaan, maka segera laporkan kepada kita, tentunya terlebih dahulu melalui Makin di kota/ kabupaten,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dra. Emma Nurmawati Hardian. MM, Kabid Bimas Khonghucu Kementerian Agama RI bahwa tidak sedikit umat Khonghucu yang masih memiliki kesulitan dalam mendapatkan status sebagai umat Khonghucu. Contoh kecilnya saja saat mengurus KTP dimana terkadang mereka tidak menggunakan Khonghucu sebagai agama mereka, melainkan agama Buddha. “Padahal yang bersangkutan bukan beragama Buddha. Nah, inilah yang harus dibenahi sehingga tidak ada kesimpangsiuran lagi terhadap agama Khonghucu,” tuturnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wawan bahwa Khonghucu berada dalam satu pintu yaitu Matakin dan pemerintah melayani Khonghucu melalui matakin atau Makin. “Saya juga menegaskan bahwa agama Khonghucu dan Buddha itu berbeda. Ini karena ada beberapa umat yang sembahyang ke klenteng juga sembahyang ke vihara. Ini sebenarnya tidak benar,” bebernya. (Romy)