Jakarta – Pemuda Agama Khonghucu Indonesia (PAKIN) melaksanakan pembukaan Kongres Nasional II PAKIN berlokasi di Hotel Hariston Jakarta Utara pada Sabtu, (29/10). Dalam pembukaan ini, hadir Asisten Deputi Revolusi Mental Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Kemenko PMK) Katiman Kartowonowo, Ph.D, Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat MATAKIN Xs. Budi Santoso Tanuwibowo, Ketua Umum Perempuan Khonghucu Indonesia (Perkhin) Dq. Suryani, serta dihadiri oleh perwakilan pemuda lintas organisasi seperti Jaringan Gusdurian, Peradah, Gemabudhi, Baha’i, PMPI, Sekar Nusa, dan Gema INTI. Kongres ini diikuti oleh sebanyak 62 peserta dari 10 provinsi di Indonesia.
Bryna Meivitawanli selaku ketua
komite kongres mengungkapkan bahwa dengan terselenggaranya Kongres Nasional II
PAKIN ini, diharapkan mampu mendorong para pemuda agama Khonghucu untuk dapat
mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan ajaran Nabi Khongzi untuk membina
diri.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat MATAKIN Xs.
Budi Santoso Tanuwibowo mengungkapkan bahwa Indonesia akan menghadapi berbagai
problematika perkembangan zaman seperti pertentangan ideologi dan pemikiran
yang semakin keras. Hal ini menurutnya dapat menyebabkan konflik senjata yang
sama-sama tidak diinginkan. Akan tetapi menurutnya, kita bisa bersiap sejak
sekarang sebab tanda-tandanya sudah mengarah kepada hal tersebut.
“Ketika dunia krisis energi, krisis
pangan, dan semuanya berebutan pada sumber yang sama, sementara disparitas yang
terjadi di dalam tubuh bangsa maupun di dunia internasional semakin tinggi,”
katanya di podium.
Selain itu katanya, tantangan lain
yang makin mengkhawatirkan adalah perubahan iklim ekstrim di Indonesia, ajaran
leluhur yang mulai dilupakan oleh generasi muda, disrupsi teknologi, serta
hubungan kekerabatan sosial antar anak bangsa yang semakin rentan di tubuh
bangsa ini.
“Ini menyebabkan masa depan semakin
buram, semakin tidak pasti,” kata Xs. Budi.
Tantangan-tantangan tersebut
katanya, juga harus dijawab oleh Pakin melalui aksi-aksi nyata, tidak sekadar
wacana.
“Tantangan tersebut harus juga
dijawab oleh PAKIN melalui aksi nyata, tidak hanya wacana. Karena saya lihat
generasi muda kita hanya bisa berwacana, belum bisa sat-set. Hanya bisa bikin proposal, bikin wacana, lalu diam (tidak
ada realisasinya).” lanjutnya.
Menurut pria tersebut, pemimpin yang
dibutuhkan Indonesia ke depan adalah bukan hanya yang mempu bervisi, berwacana,
melainkan harus yang bisa menggerakan dan siap beradu argumentasi, mempersuasi,
dan membujuk supaya maju.
“Bukan hanya yang bisa beretorika,
melainkan harus bisa bekerja sampai ke bawah,” kata dia.
Senada dengan yang disampaikan Xs. Budi, Asisten Deputi Revolusi Mental Katiman Kartowonowo, Ph.D mewakili Menko Pembangunan Manusia (PMK) mengatakan, kita sebagai generasi muda harus mengetahui bahwa pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dasar akan hilang pada tahun 2030 dan akan digantikan oleh kompetensi atau pekerjaan baru yang berbasis teknologi informasi. Selain itu tambahnya, saat ini Indonesia sudah masuk ke era bonus demografi.
“Ini
kalau Bapak Menko sering menjelaskan, kita sebenarnya sudah masuk ke era bonus
demografi dan puncaknya tahun 2030. Bonus ini bisa terjadi kalau usia produktif
sekarang, benar-benar produktif. Kalau itu tidak terjadi, maka tidak ada (bonus
demografi), yang ada kerugian demografi,” katanya.
Pria
itu melanjutkan, perlu upaya semua unsur untuk mendorong bagaimana bonus
demografi benar-benar terjadi di Indonesia.
“Kami
berharap PAKIN memiliki peran yang strategis untuk pembekalan generasi yang
lebih berkualitas, lebih inovatif, kritis, dan sebagainya. Kita berharap supaya
PAKIN berperan lebih aktif dalam mempersiapkan generasi muda kita, sehingga
generasi emas sebagaimana kita harapkan benar-benar dapat emas,” katanya.
Tantangan
ke depan dalam menjaga kerukunan dan toleransi makin berat. Maraknya
konten-konten negatif yang dapat merusak konsensus dasar kebangsaan kita
seperti ujaran kebencian, hoaks, hasutan kekerasan atas nama agama, serta
radikalisme dan ekstrimisme yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
“Oleh
sebab itu, perlu upaya sinergis dan kolaboratif untuk meningkatkan literasi
keagamaan dalam ruang digital untuk menghadirkan nilai-nilai inklusif
beragama,”
Selain
itu, pihaknya juga berharap PAKIN dapat mendukung dua aksi nyata yang
diinisiasi Kemenko PMK dalam upaya menjaga Indonesia, seperti penanaman sejuta
pohon serta program santun dan tertib bermedia.
“Karena
kita hidup di dua dunia, yakni dunia nyata dan dunia maya, dunia maya kita
diukur, seberapa besar tingkat keadaban kita. Ternyata menurut data Microsoft,
kita ranking 29 dari 32 negara. Rangking terbawah lah, kita. Artinya, belum
terlalu beradab lah kita di media sosial,” lanjut pria itu.
Selain itu katanya, 47 persen masyarakat Indonesia bermedsos untuk menyebarkan hoaks dan penipuan, 27 persen untuk menyebarkan ujaran kebencian, dan 13 persen untuk menyebarkan diskriminasi. Sehingga menurutnya, diperlukan upaya untuk mengubah konstruksi berpikir supaya masyarakat lebih beradab.
“Sehingga
kita bekerjasama dengan pihak yang bisa mengembangkan platform, kita
menginisiasi platform bernama ‘Gotong royong ilmu’ supaya yang mencari
informasi valid dan tepat dari sumbernya, karena untuk membuat hoaks hanya
perlu waktu satu menit, sedangkan untuk mengklarifikasi perlu waktu hingga 9
jam,” lanjut Katiman.
Padahal
katanya, setiap hari ada ratusan bahkan ribuan hoaks. Sehingga perlu waktu yang
luar biasa untuk memastikan bahwa informasi yang ada di medsos benar. Sehingga
pihaknya berharap dalam kongres ini, dibahas pula bagaimana sebaiknya
kontribusi PAKIN dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya
lebih santun dan beradab di media sosial.
Jakarta, 29 Oktober 2022